Faith And Doubt

faith and doubt

Jamak manusia tahu bahwa ketika menyadari bahwa dirinya  mendapati sebuah situasi ragu adalah sebagai jalan pertama menuju keyakinan. Namaun apakah keyakinan itu hadir begitu saja, sebagai sesuatu yang instan tanpa sebuah proses mendapatkannya? Tentu saja tidak, karena ragu adalah sebuah jalan maka jalan itu perlu ditempuh.

Pengetahuan adalah tentang segala yang diketahui, untuk memperoleh ini manusia bisa melalui pintu sains yang menempatkan objek sebagai sesuatu yang empiris, filsafat dengan abstraksinya namun tetap logis atau dengan memilih pintu mistika yang objeknya supralogis/metarasional. 

Pada abad ini ada pemandangan yang begitu kelabu dimana ada ketidak seimbangan dari hegemoni pengetahaun manusia pada apa yang mereka yakini sekaligus juga tentang apa yang mereka ragukan. Ada keraguan yang meyakini, ada pula keyakinan yang justru menghadirkan keraguan, semuanya jadi begitu simpang siur.

Pandemi ini menjadikan kedua hal itu semakin kentara, mana kelompok yang yakin bahwa virus itu ada dan kelompok satunya adalah mereka yang memiliki keraguan, sisanya adalah yang sudah menyentuh garis finish bahwa mereka percaya pada ketidak adaan virus. Namun ada satu ruang yang tidak di perhatikan, ruang yang sama yang menjadi tempat ketiganya, yaitu ketakutan. Mereka yang percaya memiliki rasa takut, yang ragu dibayangi rasa takut, yang percaya pada ketiadaan sendiripun menimang rasa takut.  

Percaya dan ragu membawa masanya masing-masing pada gelanggang tempur, kedua kekuatan itu mencoba untuk saling meruntuhkan. Lalu dimana kira-kira kita memposisikan diri? Meminjam sebuah jawaban yang komedi “aku akan berada di antara posisis yakin dan ragu yaitu pada  dan”. Tetapi dan itu sendiri jiak dimaknai secara filosofis maka kita sedang mengambil jeda, memproses informasi, memilih metode, mengujinya untuk meraih kesimpulan akhir bahwa kita percaya atau ragu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *